Menyelamatkan Ekosistem Hutan

Ekosistem hutan terus mengalami berbagai bentuk pendegradasian fungsi.
Terakhir kita menyaksikan kebakaran hutan telah memporakporandakan kawasan hutan di Tanah Air. Kerugian pun membumbung tinggi. Kemudian kita juga menyaksikan betapa illegal logging tetap marak, telah membuat masyarakat sangat menderita. Bencana, seperti longsor, banjir terjadi dimana-mana. Harapan, dimana pemerintah akan segera menindaklanjuti upaya hukum untuk menindak setiap oknum yang terlibat dalam praktek illegal logging ternyata tak kunjung tiba.


Sesungguhnya kita amat gembira dengan langkah yang ditempuh Kapolri dengan mengeluarkan kebijakan untuk menjadikan tahun 2006 sebagai tahun terakhir pemberantasan illegal logging. Hal ini ditempuh barangkali berangkat dari maraknya praktek illegal logging di hampir seluruh wilayah Indonesia. Selama ini, Polri dibawah kepemimpinan Jend (pol) Sutanto memang sudah banyak melakukan tindakan sebagaimana diamanatkan Instruksi Presiden Nomor 4 tahun 2005 tentang pemberantasan penebangan kayu illegal di kawasan hutan dan peredarannya di seluruh Indonesia. Akan tetapi, dengan keluarnya kebijakan ini, diharapkan akan semakin memantapkan langkah bagi upaya untuk menghentikan aksi perambahan hutan.


Selama ini, tak dapat kita pungkiri bahwa salah satu kejahatan yang hingga hari ini sulit untuk dituntaskan adalah aksi perambahan hutan. Seperti diinformasikan oleh berbagai media massa, setiap hari ada ratusan hektar atau bahkan ribuan hektar hutan yang gundul akibat adanya penebangan secara liar. Padahal semua kita mahfum, bahwa hutan adalah salah satu penunjang eksistensi kehidupan dimuka bumi ini. Jika hutan rusak, maka simbiosis kehidupan akan terganggu.


Akan tetapi, perambahan hutan masih terus berlanjut. Mulai dari yang sembunyi-sembunyi hingga yang terang benderang di depan mata. Tak pelak lagi, diperkirakan kerugian negara mencapai miliaran bahkan triliunan rupiah. Sekalipun beberapa kali aksi penangkapan dilakukan, toh itu ternyata belum maksimal untuk menghentikan aksi-aksi seperti ini. Para oknum penebang hutan, seolah-olah adalah orang yang kebal hukum.


Sesuatu yang sangat mengherankan bagi kita, mengapa aksi-aksi seperti ini terus terjadi. Bukankah sudah ada aparat yang memang ditugaskan untuk itu. Apakah hutan lebih berarti jika dijadikan sebagai arena pemuasan nafsu keserakahan dari oknum-oknum tertentu. Bukankah masyarakat umum juga sesuatu yang berhak untuk menikmati keberadaan hutan itu ?


Sekali lagi, mengapa hal itu terjadi ? Susah-susah gampang menjawabnya. Dari kaca mata pemerintah (pihak berwajib) jawabannya hampir “tak ditemukan”. Disebut tak ditemukan, sebab sebagaimana yang kita lihat selama ini, kita belum pernah melihat langkah konkrit pemerintah dalam menemukan sekaligus mengatasi masalah utama dari penyebab kerusakan hutan. Para aktor-aktor perambahan hutan masih terbilang dengan jari yang berhasil ditangkap.


Akan tetapi, dari kaca mata rakyat, penyebab kerusakan hutan tersebut adalah lebih faktor manusia. Misalnya dengan melakukan penebangan liar. Inilah dilema yang kita hadapi. Rakyat dan pemerintah, belum memiliki sudut pandang dan asumsi yang sama. Bagi negara-negara berkembang, semisal Indonesia, masalah kerusakan hutan memang cukup dilematis. Penuh dengan pertarungan antara kepentingan, kebutuhan dan tuntutan. Pertarungan yang paling tajam berada disekitar pilihan pengutamaan ; antara pemenuhan kepentingan ekologis dari pada kepentingan ekonomis, atau sebaliknya. Dari kenyataan empirik, sebagaimana yang selama ini terjadi, kepentingan ekonomis lebih sering mendominasi. Kemenangan kepentingan ekonomis inilah yang kemudian melempangkan jalan bagi aksi-aksi pengeksploitasian sumber daya hutan secara terus-menerus. Kedepan, pemerintah harus dengan tegas untuk melakukan aksi-aksi nyata bagi penyelamatan ekosistem hutan kita.

Ditulis oleh Redaksi

0 komentar:

Posting Komentar

  © Blogger template Blue Surfing by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP